Golongan Terbalik, Bermanis-manis dengan Kafirin,
Bersumpah Serapah ke Sesama Muslim(REALITA NU)
27 December
2011 | Filed under: Dunia Islam,Featured,Headline,Indonesia,Tokoh | Posted by: nahimunkar.com
Qaulan Sadiida Ditinggalkan, Sampah Serapah Dilancarkan
Bagaimana kalau
tengkuk (kuduk) jadi wajah, dan wajah jadi kuduk? Tentu tidak normal. Karena
tubuh manusia ini sudah dicipta oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam
sebaik-baik bentuk. Hingga masing-masing anggota tubuh ada fungsinya
sendiri-sendiri. Wajah yang di depan tidak boleh dijadikan di belakang.
Berbeda dengan
lakon dan sikap manusia. Bagi manusia yang tidak punya malu terhadap Allah
Ta’ala atau bahkan menentangNya, maka yang disuruh malah tak dikerjakan, sedang
yang dilarang malah dikerjakan. Suruhannya adalah saling kasih sayang sesama
Muslim, namun bagi golongan yang terbalik, yang dikerjakan dan dipertontonkan
justru berkasih sayang dengan yang kafir.
Tingkah sangat
buruk itu telah disinyalir oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:
…يَقُولُونَ
مَا لَا يَفْعَلُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا لَا يُؤْمَرُونَ …
…mereka
mengatakan sesuatu yang tidak mereka kerjakan dan mengerjakan sesuatu yang
tidak diperintahkan… (HR Muslim).
Adanya golongan
macam ini tentu perlu dijelaskan kepada masyarakat duduk soalnya. Agar Ummat
Islam mampu mendudukkan persoalan secara tepat. Mana yang memang buruk menurut
Islam, meskipun mungkin banyak dilakukan orang dan bahkan golongannya pun
besar, tetap buruk. Tidak menjadi baik hanya karena dilakukan oleh banyak
orang. Justru keburukan bila dilakukan oleh banyak orang lebih merata
keburukannya.
Berkaitan
dengan masalah itu, nahimunkar.com pernah memuat tulisan berjudul “Kaum
Sarungan yang Suka Sinis ke Sesama Muslim, Manis ke Kafirin” (http://nahimunkar.com/9874/kaum-sarungan-yang-suka-sinis-ke-sesama-muslim-manis-ke-kafirin/).
Lalu ada
seorang pembaca kritis yang bertanya, “mengapa nahimunkar.com suka menurunkan
tulisan sampah?”
Kepada pembaca
kritis itu dijelaskan, bahwa sebuah tulisan itu merefleksikan objek dan materi
yang ditulis. Bila objek dan materinya sampah: kyainya (ada yang bagai) sampah,
ulamanya (ada yang bagai) sampah, ormasnya (ada yang memperlakukan bagai)
sampah, maka mau tidak mau hasil tulisan mengenai objek itu otomatis mengandung
(uraian tentang) sampah. Walaupun bukan berarti menganggap semuanya seperti
itu. Karena yang tidak setuju terhadap lakon yang disoroti ini juga banyak,
hanya saja mereka bukan pemegang peran. Sedang yang pegang peran justru yang
lakonnya disoroti ini. Seandainya mereka yang tidak setuju itu ikut terkena
oleh tulisan ini, entah kalimat mana yang tepat: kenapa masih ikut di situ,
atau ada sesuatu yang diberati… hingga ketidak setujuannya tidak punya makna
apa-apa.
Sebenarnya
sudah ada contoh-contoh yang mereka ketahui betul, bahwa mufaraqah dengan yang
sudah melampaui batas, itu dilakukan pula oleh para kyai. Padahal para kyai
yang dulu mufaraqah itu belum sampai persoalannya sememuncak ini, yang kini
sampai Pemimpin NU (Said Aqil Siradj) menyamakan tauhid dengan keyakinan
kristiani. Dulu Kyai As’ad Syamsul Arifin dengan tegas mufaraqah dengan
kepemimpinan Gus Dur (Abdurrahman Wahid) karena kepemimpinannya dia anggap
ibarat pemimpin ketoprak. Ibarat imam shalat sudah kentut. Kalau
kepemimpinan sekarang, apa tidak lebih dari itu, kalau sudah mencari-cari dalil
(Al-Qur’an dan hadits) untuk memasukkan surga orang-orang di luar Islam dengan
bicara natal pada hari natal di televisi bersama romo yang keyakinannya trinitas? Bukankah di
pesantren-pesantren NU sangat ketat mengenai kewajiban menjaga aqidah jangan
sampai murtad sebagaimana diajarkan dalam Kitab Sulam dan syarahnya yakni
Mirqat? Kenapa pemimpin NU yang sebegitu dahsyatnya dalam mencampur adukkan
aqidah dibiarkan saja?
Sebenarnya kini
mereka yang tidak sefaham dengan SAS yang sudah melampaui batas itu tinggal
pilih: mau menikmati ketidak setujuan yang tidak ada maknanya apa-apa, atau
pilih mufaraqah. Bagi yang pilih mufaraqah tentu saja tidak akan ditanya kenapa
sudah tahu kalau itu melampaui batas kok masih ikut dalam golongannya. Secara
kejiwaan, yang mufaraqah itu berarti tahu jalan dan lebih jantan. Berbeda dengan
yang masih ikut, padahal jelas sudah tidak setuju, itu sebutannya gendulak-gendulik
opo sido opo ora, yang belakangan dalam bahasa politik sebutannya peragu.
Padahal dari kecil sudah diajari nadham, waman lam ya’taqid laa yantafi’,
siapa yang tidak yakin maka tidak akan mendapatkan manfaat apa-apa. Lha peragu,
mau dapat apa? Tidak setuju, tapi tetap ikut. Aneh bukan? Dapat apa? Dapat ikut
kena gebuk jangan-jangan!
Performa akhlak
sebagaimana ditunjukkan sesosok makhluk bernama Drs Muhammad Bukhori Maulana MA,
merupakan contoh kongkrit. Sampah serapah yang diumbar di depan publik,
merefleksikan dari kawasan mana dia berasal.
Pada sebuah
forum bedah buku (Ahad, 20 November 2011) di Bekasi, yang semula akan dihadiri
juga oleh Ansyaad Mbai (Ketua BNPT) dan KH Said Aqil Siradj (Ketua Umum PBNU),
ternyata Ansyaad Mbai sama sekali tidak hadir, dan Said Agil sangat terlambat;
sehingga forum nyaris dikuasai seratus persen oleh Bukhori Maulana.
Bagi yang
terbiasa menghadapi fenomena ini –yaitu fenomena Herder yang lebih galak dari
majikannya– ketidakhadiran sang majikan pada sebuah forum yang diongkosi sang
majikan, dapat dibaca sebagai sebuah pertanda bahwa sang majikan juga gerah
dengan performa sang Herder yang sejak awal diperkirakan lebay (berlebihan,
bahasa gaul) dan vulgar. Sehingga, diduga akan menghasilkan sesuatu yang
kontraproduktif. Keterlambatan Said Agil juga memperkuat pertanda itu.
Penampilan
Bukhori Maulana dengan segala ke-lebay-annya dan ke-vulgar-annya, sama sekali
tidak bisa mengelakkan pandangan umat kepada Said Agil yang menjadi ‘mentor’
baginya di dalam memfitnah gerakan dakwah yang bersih dari bid’ah, khurafat dan
takhayul. Sedangkan bid’ah, khurafat dan takhayul akrab dilakoni oleh sebagian
anggota jema’at yang dipimpin Said Agil Siradj.
Ke-lebay-an dan
ke-vulgar-an Bukhori Maulana hanya mempertajam hal serupa yang telah lebih dulu
dipertontonkan Said Agil Siradj. Yaitu, menjadikan Salafy-Wahabi sebagai
kambing hitam di dalam memaknai aksi radikal yang dilakukan oknum umat Islam.
Padahal perbuatan oknum itu justru tidak dibenarkan oleh kalangan Islam
sendiri. Termasuk kalangan Islam yang oleh kaum sarungan diledek sebagai Salafy-Wahabi,
seperti Muhammadiyah, komunitas Tarbiyah, PKS, dan sebagainya.
Pendukung Said
Agil ada yang melakukan pembelaan, antara lain dengan mengajukan argumen
berupa: “…Said Aqil Siraj itu lulusan Ummul Qura Mekkah sampai doktoralnya.
Jelas ia tahu betul dengan apa yang disebutnya Salafi-Wahabi….”
Tapi bagi
penentangnya, argumen itu tidak cukup. Said Agil dianggap tidak bisa membedakan
–atau sengaja tidak mau membedakan– antara gerakan dakwah yang disosialisasikan
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At-Tamimi An-Najdi dan penerus-penerusnya,
berupa ajaran Islam yang murni terbebas dari bid’ah, khurafat dan takahyul;
dengan gerakan politik keluarga Ibnu Saud pendiri Kerajaan Saudi.
Apalagi, selama
ini Said Agil dinilai sebagai pendukung Syi’ah yang berlindung di himpitan
ketiak NU. Syi’ah adalah induk kesesatan. Kalau induk kesesatan saja dia
benarkan, apalagi sekedar bid’ah, khurafat dan takhayul.
Sejak dulu isu
Wahabi sudah ada. Misalnya, pada awal-awal kemerdekaan. Penganut komunis kala
itu, memunculkan isu Wahabi untuk dilekatkan kepada Masyumi, agar masyarakat
takut memilih Masyumi dalam musim pemilihan umum kala itu (1955). Bukan hanya
Masyumi, juga ormas Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad dan sejumlah tokoh nasional
seperti Imam Bonjol dan KH Ahmad Dahlan.
Artinya, isu
Wahabi dimunculkan dari domain bernuansa politis. Baik di Indonesia maupun di
tingkat internasional. Misalnya, isu Wahabi juga dimunculkan
kolonialis-imperialis Inggris di daerah jajahannya yang mayoritas penduduknya
beragama Islam, bertujuan agar umat Islam di wilayah jajahannya itu tidak
ber-Islam secara baik dan benar, tetapi ber-Islam dengan keyakinan yang
menyimpang dan sekaligus mengabaikan seruan berjihad, sehingga tetap menjadi
umat yang lemah agar bisa terus dijajah.
Jangan lupa, dalam
rangka melemahkan semangat jihad yang tumbuh subur di dada umat Islam,
kolonialis-imperialis Inggris menciptakan sekte Ahmadiyah. Di Indonesia,
keberadaan Ahmadiyah didukung oleh mereka yang selalu memfitnah Salafy-Wahabi,
termasuk Said Agil Siradj dan yang disebut tokoh liberal di NU (Nahdlatul
Ulama) seperti A. Mustofa Bisri (lihat nahimunkar.com, Ngawurnya A Mustofa
Bisri dalam Membela Ahmadiyah, http://nahimunkar.com/49/ngawurnya-a-mustofa-bisri/). Ada korelasi positif antara
pendukung Ahmadiyah, praktisi bid’ah-khurafat-takhayul, pendukung Syi’ah dengan
penebar isu Salafy-Wahabi sebagai akar radikalisme yang terjadi di Indonesia
akhir-akhir ini. Dalam hal ini Said Agil layak disebut sebagai lokomotifnya.
Mengapa Said
Agil dan komplotannya melapangkan hati untuk memunculkan isu Salafy-Wahabi yang
dikaitkan dengan akar radikalisme-terorisme yang pernah marak belakangan ini?
Selain politis, isu ini dimunculkan tentunya dapat ditebak di antaranya adalah
demi fulus.
Dalam rangka
memerangi apa yang dinamakan radikalisme-terorisme, pemerintah membentuk BNPT
(Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), yang punya pos anggaran cukup besar
di APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Menurut catatan Harits Abu Ulya
(Pemerhati Kontra-Terorisme dan Direktur CIIA-The Community Of Ideological
Islamic Analyst), di tahun 2012 untuk program pencegahan
radikalisme-terorisme dianggarkan dana sebesar Rp 40 miliar, sedangkan untuk operasi
deradikalisasi dianggarkan sekitar Rp 12,5 miliar. Masih ada lagi, yaitu
anggaran sebesar Rp 40 miliar operasi penindakan, dan anggaran sebesar
Rp 10 miliar untuk jalinan kerjasama internasional. Semua itu belum
termasuk anggaran rutin untuk pegawai, belanja peralatan, kendaraan operasional
dan sebagainya. Secara keseluruhan, BNPT mendapat alokasi dana sebesar Rp 476,6
miliar.
Kalau tuduhan
bertema Salafy-Wahabi yang dikaitkan dengan akar radikalisme-terorisme itu
dimunculkan oleh Said Agil dan komplotannya semata-mata demi fulus, ini
membuktikan bahwa seorang Said Agil dan komplotannya tidak mampu berbicara
benar dan lurus sebagaimana seharusnya mampu dilakukan seorang yang berilmu
(ulama). Berkata benar dan lurus, dalam bahasa agama adalah qaulan sadiida. Sampai-sampai
paman SAS (Said Aqil Siradj) sendiri seorang kiyai di Cirebon –KH Ismail,
pemimpin Pesantren Benda, Kota Cirebon yang merupakan paman Said Aqil Siradj–
mengingatkan, agar SAS berhenti membuat fitnah dan teror kepada sesama
muslim. (lihat nahimunkar.com, Ulama Cirebon: Said Aqil Siradj agar
Berhenti Buat Fitnah dan Teror kepada Sesama Muslim, 15 December 2011 , http://nahimunkar.com/10088/ulama-cirebon-said-aqil-siradj-agar-berhenti-buat-fitnah-dan-teror-kepada-sesama-muslim/comment-page-1/#comment-6050).
Kalau
tidak mampu berkata benar dan lurus (qaulan sadiida), lebih baik diam. Namun apa
yang dilakukan oleh komplotan Said Agil adalah menebar sampah-serapah,
sebagaimana antara lain diumbar oleh Drs Muhammad Bukhori Maulana MA yang
lulusan Pesantren Lirboyo Kediri (Jawa Timur), dan menjabat sebagai Ketua
Lembaga Bahsul Masail yang tergabung dalam FOSWAN (Forum Silaturrahmi Warga
Nahdliyin). Kalau ulamanya saja sudah seperti itu, bagaimana kualitas akhlak
jemaatnya?
Ilustrasi baltyra.com
(haji/tede/nahimunkar.com)
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
BalasHapusKAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.